Ketika film horor Indonesia sering disuguhi film-film horor religi yang repetitif, dengan penyelesaian yang repetitif juga (baca doa lalu setan pergi), Charles Gozali membawa angin segar lewat Qodrat dua tahun lalu. Sebuah horor religi yang segar dengan menggabungkan elemen eksorsisme dan action ala superhero. Kini sekuel dari Qodrat hadir dan tentu memikul beban yang cukup karena film pertama yang mendapat banyak reaksi positif.
Setelah berhasil mengalahkan gangguan iblis As-Su’ala di desa tempat Qodrat (Vino G. Bastian) sekolah, Azizah (Acha Septriasa) sang istri Qodrat, juga dipengaruhi dan sudah menjadi budak As-Su’ala. Sementara Azizah yang berusaha lepas dan bertaubat atas perbuatannya yang musyrik, terus mengalami kendala dan gangguan dari As-Su’ala. Azizah yang mengira suaminya sudah meninggal memutuskan untuk bekerja di pabrik. Ternyata pabrik tersebut memiliki rahasia lain yang melibatkan iblis dan Qodrat harus segera mencari istrinya.
Dibanding film pertama, film keduanya menjadikan Azizah sebagai karakter sentral dan pusat penceritaan. Narasinya juga terasa lebih personal dengan melihat bagaimana Azizah yang dipenuhi rasa penyesalan, duka, dan bagaimana ia ingin bertaubat namun terus dihalangi oleh iblis.
Eksplorasi tema-nya tidak sedalam itu, seringkali naskah yang ditulis oleh oleh Gea Rezy bersama Asaf Antariksa dan Charles Gozali ini kesulitan membagi fokus antara eksplorasi karakter Azizah dan mengambarkan Qodrat sebagai ustaz yang layaknya superhero. Tetapi substansi dari narasinya perihal tentang tobat memiliki perspektif yang menarik terutama ketika membahas tentang “apakah dosa yang sangat berat dapat diampuni oleh Allah?”
Jika porsi action di film pertama berkisar 20%, di sini porsi action jauh ditingkatkan dan naik sampai 50% bahkan lebih. Gelaran action Jackie Chan-esque yang menggabungkan koreografi ciamik dan elemen komedi tersaji di sepanjang durasi. Dibantu dengan Cecep Arif Rahman sebagai pengarah koreografi, adegan-adegan action-nya terasa hidup dan sangat menghibur.
Tetapi, di sisi lain sajian action yang menghiasi film ini membuat elemen horornya jadi dikorbankan. Dari atmosfer, teror, sampai tense-nya jauh berkurang dari film pertama yang mana minvies merasa kalau elemen horornya lebih sekadar tempelan saja di film ini dibandingkan menjadi jualan utama. Tetapi, character design iblis-iblisnya jauh lebih baik dari film pertama.
Acha Septriasa tampil sangat baik sebagai Azizah yang penuh dengan dosa dan ingin bertaubat. Sementara Vino G. Bastian penuh kharisma layaknya seorang superhero.
Jika di film pertama klimaksnya menghadirkan pertarungan antara Qodrat dan As-Su’ala, di film ini klimaksnya cukup kreatif terutama memaksimalkan resolusi konfliknya lewat sekuens salat taubat yang dieksekusi dengan sangat ciamik, bahkan epic.
Pada akhirnya Qodrat 2 adalah sekuel yang berhasil. Lebih besar, lebih megah, dan tidak mengulangi formula film pertama walaupun elemen horornya jauh lebih lemah
Reviewed by: Erlangga Nabil (GAC Movie Team)
7/10