Jakarta, 11 Oktober 2025 – Setelah sukses digelar tahun lalu, Jakarta Music Con (JMC) 2025 kembali
hadir dengan semangat baru. Hari pertama dibuka dengan dua rangkaian talk sessions bertajuk Bicara Musik dan Bisik Musik, yang menghadirkan musisi, kreator, serta profesional industri untuk berbagi pandangan tentang perjalanan mereka di dunia musik. Dalam suasana akrab, para pembicara membahas bagaimana karya, pengalaman pribadi, dan kolaborasi lintas bidang membentuk wajah ekosistem musik masa kini.
Mengusung semangat kolaborasi dan eksplorasi lintas disiplin, hari pertama JMC menjadi ruang bertukar ide dan inspirasi. Diskusi mengalir dari proses produksi dan distribusi musik hingga strategi kolaborasi antara musisi, brand, dan komunitas kreatif, menunjukkan luasnya peluang di industri musik Indonesia saat ini.
Andri Verraning Ayu, CEO Antara Suara, mengatakan bahwa Jakarta Music Con bukan sekadar festival musik, tetapi wadah kolaboratif bagi para pelaku kreatif untuk saling berbagi pengetahuan dan inspirasi. “Melalui program Bicara Musik dan Bisik Musik, kami ingin menunjukkan bahwa kekuatan industri musik Indonesia tumbuh dari jejaring, percakapan, dan kolaborasi lintas bidang. Melihat audiens begitu terhubung dengan cerita para musisi membuat kami yakin bahwa musik bukan hanya karya, tetapi juga cara manusia memahami diri dan dunia di sekitarnya.”
Jakarta Music Con 2025 menjadi destinasi bagi siapa saja yang memiliki passion terhadap musik dan ingin mengenal lebih jauh dunia di baliknya. Baik musisi yang tengah merintis karier, mahasiswa musik, profesional industri, maupun penggemar sejati, JMC menghadirkan kesempatan langka untuk menyelami bagaimana dunia musik sebenarnya bekerja.
Musik Sebagai Cerita, Identitas, dan Kolaborasi
Sesi Bicara Musik pertama bertajuk Brand x Band: Where Music, Stories, and Collaboration Converge berkolaborasi dengan LOCALFEST. Musisi Rafi Sudirman dan Billy Dewanda (Content Manager & Produser LOCALFEST) berbagi kisah tentang membangun identitas musisi dan kolaborasi lintas komunitas; menekankan bahwa kolaborasi yang baik lahir dari kesamaan nilai dan tujuan, bukan sekadar strategi promosi. Peserta terinspirasi bagaimana musik dapat menjadi medium yang menghubungkan brand, audiens, dan budaya secara otentik.
Sesi berikutnya, From Backstage to Onstage: Entering the Festival Ecosystem, hasil kolaborasi dengan Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI), menghadirkan Gerhana Banyubiru (Founder The Sounds Project) dan Ferry Dermawan (Founder Joyland Festival). Mereka mengajak audiens menelusuri dunia festival dari balik layar—dari kurasi lineup, produksi teknis, hingga manajemen hubungan dengan artis dan penonton—menunjukkan betapa kompleks dan kolaboratifnya proses di balik setiap pertunjukan musik.
Menjelang sore, sesi Turning Tales into Tunes: How Personal Stories Transform into Music menghadirkan momen emosional bersama Gemat ‘Sailormoney’ dan Monica Karina, dimoderatori oleh Canti Tachril dan Sarra Tobing dari Dixi’s (The Maple Media). Dalam suasana hangat dan jujur, mereka berbagi kisah pribadi di balik lagu-lagu mereka, menghadirkan ruang intim di mana musik dan cerita saling bertaut.
Menyelami Proses Produksi dan Ekosistem Pendapatan Musik
Pada sesi Bisik Musik, fokus beralih ke dunia di balik layar industri. Kolaborasi dengan PPC Production menghadirkan Band Production Management 101 with PPC bersama Bayu Perkasa (FOH Engineer Barasuara & Lomba Sihir) dan Adam Imaddudin (Head Crew & Monitor Engineer Lomba Sihir). Mereka berbagi pengalaman tentang pentingnya manajemen produksi yang solid—dari persiapan teknis, soundcheck, hingga manajemen panggung agar setiap pertunjukan berjalan profesional dan lancar.
Secara bersamaan, kolaborasi dengan TuneCore Indonesia lewat sesi Music Without Borders: Drop Tracks, Gain Fans, Repeat menghadirkan Andi Arya Dwi Putra (Senior Country Coordinator) dan Gian Hashemi (Community Relations Specialist). Diskusi membuka wawasan tentang peluang distribusi global bagi musisi independen, menekankan bahwa setiap rilisan bisa menjadi “paspor” menuju audiens baru di berbagai negara serta pentingnya keberlanjutan karier di era streaming.
Kolaborasi berlanjut bersama Massive Music Entertainment melalui sesi Royalties Uncovered: The Hidden Revenue Behind Every Song, menghadirkan Franki Indrasmoro (Pepeng), mantan personel Naif sekaligus Membership Manager Massive Music, dimoderatori oleh Aria Baja (Business Manager Laleilmanino). Mereka membedah pentingnya pemahaman hak cipta dan sistem royalti di era digital, termasuk mekanisme pengumpulan, distribusi, dan tantangan transparansi yang dihadapi pelaku musik.
Musik, Visual, dan Cerita yang Menyatu
Sebagai penutup malam, sesi Echoforms: Story in Sound and Design berkolaborasi dengan Grafis Masa Kini menampilkan Dian Tamara (Film Director), Djali (Desainer dan Ilustrator), serta Moses Sihombing (Fotografer), dimoderatori oleh Alessandra Langit (Editor dan Penulis). Mereka berbagi perspektif tentang bagaimana desain dan musik dapat berpadu membentuk pengalaman budaya yang lebih kaya dan emosional.
Satu Hari, Ribuan Inspirasi
Dari siang hingga malam, energi kolaboratif terasa di setiap sudut JMC 2025. Acara ini menegaskan bahwa musik Indonesia sedang berada pada fase paling dinamis yang penuh semangat, kolaborasi, dan ide segar. Setiap sesi bukan sekadar ruang belajar, tetapi juga tempat para pelaku musik, kreator, dan penikmat saling terhubung. Hari pertama menjadi bukti bahwa ketika berbagai elemen industri musik duduk bersama, gagasan-gagasan baru tumbuh dan sesuatu yang besar mulai terbentuk.
Panggung musik JMC 2025 dibuka oleh JAGUANK, kelompok musik etnik asal Sumatra Barat yang menghadirkan nuansa tradisi dengan sentuhan modern. Suasana kemudian berlanjut dengan penampilan Gabriella Fernaldi, musisi pop dengan warna bossa nova dan jazz yang tengah ramai di linimasa media sosial. Tak kalah menarik, Kabar Burung membawakan lagu-lagu cinta dan kenangan khas hasil program submission Jakarta Music Con X TuneCore Indonesia. Dari deretan emerging artists, hadir VVYND dengan pesona R&B yang enigmatik, serta SATU PER EMPAT, trio rock penuh energi yang sukses mengguncang panggung dengan aksi mereka yang membara.
Tak hanya di panggung, semangat kreatif juga bergema di area Pasar Musik, ruang yang dipenuhi hingar-bingar ratusan merchandise mulai dari t-shirt, vinyl, hingga aksesori unik. Pengunjung dimanjakan dengan rilisan eksklusif, live screen print, serta kolaborasi terbatas bersama para visual artist yang hanya tersedia selama dua hari, 11-12 Oktober. Menariknya, bukan hanya produknya yang istimewa, para musisi dan artis pun hadir langsung untuk meramaikan dan memperkenalkan karya mereka secara personal kepada para pengunjung.
Jakarta, 12 Oktober 2025 – Setelah sorotan dan semangat eksplorasi di hari pertama, Jakarta Music Con 2025 kembali menggema di Dome, Senayan Park, Jakarta, dengan suasana yang lebih intim dan reflektif. Hari kedua bukan sekadar lanjutan dari pesta musik, melainkan perayaan atas ide, perspektif, dan percakapan yang mempertemukan banyak kepala dan hati di balik industri musik Indonesia.
Ratusan peserta kembali memenuhi ruang-ruang diskusi yang disusun dalam dua rangkaian utama: Bicara Musik dan Bisik Musik. Di sinilah musik dibedah bukan hanya dari sisi bunyi, tetapi dari cara ia berinteraksi dengan budaya, teknologi, dan komunitas.
Dari Tren ke Transformasi: Wawasan Baru dari YouTube Music Academy
Rangkaian talk session Bicara Musik kembali menjadi magnet utama bagi para pelaku industri. Kolaborasi bersama YouTube Music Academy membuka diskusi tentang arah dan peluang musik di tengah perubahan perilaku audiens digital.
Sesi The Music Trend Playbook: Creating, Responding, and Amplifying menghadirkan Dimasz Joey (Mad Haus Group), Faris Adam (penyanyi Indonesia Timur), dan Tiara Dianita (The Maple Media) yang membedah bagaimana tren lahir dari budaya dan konteks sosial, bukan sekadar algoritma. Dilanjutkan dengan Scaling Up: Building the Next Music Icons, Adryanto Pratono (JUNI Records), White Chorus, dan Ririe Cholid (Believe Indonesia) berbagi pandangan soal bagaimana membangun karier jangka panjang di tengah arus cepat dunia digital. Moderator Akbarry Noor menutup sesi dengan refleksi tajam: “Musisi besar bukan hanya mereka yang viral, tapi mereka yang bertahan.”
Komunitas dan Hak Cipta: Dua Pilar Ketahanan Musisi
Sore hari, panggung diskusi dipenuhi energi dari para penggemar dan penggiat komunitas dalam sesi Fan Power: Growing Your Music Community. Kanya Belfa Maharani (Sun Eater/Lomba Sihir) dan Sahila (Admin Zivellas OFC) berbagi bagaimana hubungan emosional antara musisi dan penggemar membentuk budaya kolaboratif yang autentik.
Tak lama setelahnya, Copyright Mythbusting: Ask Me Anything bersama Muara Sipahutar (YouTube Indonesia & Malaysia) menjadi sesi paling interaktif hari itu. Dengan pendekatan terbuka, Muara memecahkan mitos seputar hak cipta dan royalti digital, membuka ruang bagi musisi untuk memahami bahwa perlindungan karya bukan hal rumit, melainkan pondasi profesionalisme.
Dari Studio ke Algoritma: Menggabungkan Seni dan Sains Musik
Memasuki Bisik Musik, kolaborasi dengan berbagai institusi kreatif menghadirkan perspektif baru tentang produksi dan strategi musik. Melalui sesi 360 Musician’s Playground: Brand. Release. Rights All in One Circle oleh Sosialoka Indonesia, Rara Pratiwi, Bobby Pistar Sinaga, Eko Trafsilo, dan Rizkabum menyoroti pentingnya keseimbangan antara ekspresi artistik, branding, dan perlindungan hak kekayaan intelektual.
Di sisi lain, SAE Indonesia membuka wawasan teknis melalui Algorithm-Powered Music Production with Ableton Live bersama Lawrence Philip, yang menunjukkan bagaimana teknologi dan kecerdasan buatan kini menjadi mitra baru bagi para produser musik untuk berinovasi tanpa kehilangan sentuhan manusiawi.
Menutup dengan Nada Segar dan Suara Asli Industri
Menjelang malam, suasana di area Dome Senayan Park beralih ke ruang BIANG CIPTA Mini Talks, yang menghadirkan sesi Yang Seger-Seger Ajah: Special Live Session, yang dipandu oleh Arie Dagienkz dan Fadli Rizki. Para musisi bercerita tentang proses kreatif di balik lagu-lagu mereka, sambil sesekali berbagi tawa dan refleksi ringan. Momen ini menjadi jembatan yang mempertemukan musisi, penonton, dan kisah personal yang membentuk karya mereka.
Dari ruang diskusi, energi berlanjut ke Panggung Musik Jakarta Music Con x TuneCore Indonesia. Program submission yang melibatkan musisi independen ini kembali menghadirkan warna baru di malam pertama. Kali ini, MADMAX — grup dream/noise-pop beranggotakan perempuan — tampil dengan aransemen segar yang memperkaya skena alternatif lokal. Setelahnya, giliran Normatif, duo indie alternative rock, yang berhasil membuat penonton berlompat dan bersorak lewat performa energik mereka.
Tak berhenti di situ, kolaborasi antara Jakarta Music Con dan Baybeats Festival asal Singapura turut memberi warna lintas negara di panggung malam ini. Penampilan sub:shaman menjadi salah satu momen paling menarik, dengan perpaduan prog-rock, math-rock, dan jazz yang mereka kemas menjadi pengalaman musikal yang kompleks namun tetap mengalir.
Sebagai penutup, Swellow naik ke panggung membawakan set khas mereka yang kental dengan nuansa 90s indie rock. Lagu-lagu dengan melodi sederhana namun kuat membuat seluruh penonton ikut bernyanyi bersama. Tanpa kembang api atau efek besar, malam pertama Jakarta Music Con 2025 berakhir dengan cara yang paling jujur: musik yang hidup dari panggung dan disambut dengan hangat oleh mereka yang datang untuk mendengarkan.
Musik Sebagai Ruang Bertumbuh
Hari kedua Jakarta Music Con 2025 menegaskan satu hal penting, bahwa musik tidak hanya hidup di panggung, tetapi juga di ruang-ruang kecil tempat ide bertemu, diskusi terjadi, dan kolaborasi lahir. Dalam dua hari penuh inspirasi, Jakarta Music Con bukan hanya merayakan industri musik, tetapi juga memperkuat ekosistemnya: dari pencipta hingga pendengar, dari teknologi hingga kreativitas. Musik terus berkembang, bukan karena tren, tapi karena percakapan yang tak pernah berhenti.
Tentang Jakarta Music Con
Jakarta Music Con (JMC) adalah platform pertemuan ekosistem musik Indonesia yang mempertemukan musisi, pelaku industri, kreator, dan penggemar musik dalam satu ruang. Menggabungkan tiga elemen utama yakni Talks, Marketplace, dan Music Showcase, JMC menjadi ruang kolaborasi lintas disiplin, berbagi pengetahuan, serta menciptakan peluang baru. Sejak penyelenggaraan perdananya, JMC telah menjadi wadah pembelajaran dan jejaring yang inklusif, dari musisi pendatang baru hingga profesional berpengalaman. Programnya meliputi diskusi mendalam tentang tren industri, pameran kreatif dan merchandise, hingga pertunjukan musik yang menampilkan talenta lokal dan internasional. Dengan visi mendorong pertumbuhan ekosistem musik yang berkelanjutan, JMC hadir untuk menginspirasi, menghubungkan, dan memberdayakan komunitas musik Indonesia.