Seberapa kebetulan special screening film ini diadakan di bioskop Indonesia hanya sehari setelah sebuah media melaporkan bahwa daftar calon penerus Paus Fransiskus telah terungkap di tengah kekhawatiran akan kondisi kesehatannya?
Untuk saat ini, belum ada pengumuman resmi mengenai konklaf yang akan datang. Namun, Paus Fransiskus, yang kini berusia 88 tahun, sedang menjalani perawatan intensif akibat pneumonia ganda. Meskipun kondisinya dilaporkan stabil dengan sedikit perbaikan, beberapa laporan media menyebutkan bahwa Garda Swiss sudah mulai bersiap untuk pemakamannya. Uskup Keuskupan Surabaya, Monsignor Agustinus Tri Budi Utomo, juga telah mengimbau umat Katolik untuk berdoa bagi kesehatannya.
Jika kondisinya memburuk dan ia wafat, Gereja Katolik akan mengadakan konklaf—sebuah pertemuan rahasia dan sangat tradisional dari Dewan Kardinal untuk memilih Paus yang baru.
Film Conclave karya Edward Berger terasa begitu tepat waktu, menghadirkan gambaran yang sangat jujur dan luar biasa nyata tentang pencarian manusia akan kepastian. Menurut pidato pembuka Kardinal Lawrence, kepastian adalah musuh terbesar dari persatuan—sesuatu yang telah diupayakan umat manusia sejak perjanjian perdamaian tertua yang tercatat lebih dari empat ribu tahun lalu.
Film ini dengan cermat menggambarkan ambiguitas dan ketidaksempurnaan dalam sifat manusia. Setiap kardinal dalam cerita ini berusaha menjalankan tugasnya sebaik mungkin, tetapi tanggung jawab Kardinal Lawrence dalam mengelola konklaf semakin membebaninya saat ia menemukan berbagai rahasia yang dapat menghancurkan seluruh proses pemilihan Paus. Namun, dunia tidak sesederhana hitam dan putih—manusia harus berani melangkah ke dalam area abu-abu untuk benar-benar memahami kehidupan.
Skor musik film ini terasa begitu menghantui, menggunakan Cristal Baschet, sebuah instrumen langka yang dimainkan dengan tangan basah, menghasilkan suara yang terdengar aneh namun ilahi—sangat cocok dengan atmosfer film ini. Komposer Volker Bertelmann juga menggunakan teknik ricochet bowing pada alat gesek untuk menambah ketegangan yang terus membangun hingga mencapai klimaksnya yang mengejutkan.
Sinematografer Stéphane Fontaine secara mencolok menggunakan warna merah yang mencerminkan nuansa Kapel Sistina, dengan tim produksi secara teliti menguji palet warna untuk lokasi dan kostum agar selaras dengan visi artistik mereka. Salah satu adegan paling mencolok menampilkan para kardinal berjalan di bawah payung putih saat hujan, dengan jubah merah mereka yang menciptakan kontras dramatis—melambangkan ketegangan antara tradisi dan kemurnian atau perlindungan yang dilambangkan oleh payung putih.
Dengan tema yang sangat relevan dengan keadaan dunia saat ini, sinematografi yang memukau, serta cerita thriller yang dirancang dengan indah, Conclave pada intinya adalah kisah tentang satu keputusan yang dapat mempengaruhi jutaan orang. Film ini juga merupakan refleksi dari rasa ingin tahu manusia yang tak terpuaskan—dorongan yang bisa membawa pada pencerahan, atau justru kehancuran.
Rate: 10/10
Reviewed by Adam